Fir’aun (Arab : Fir’awn) adalah gelar dimana dalam diskusi
dunia modern digunakan untuk seluruh penguasa Mesir kuno dari semua periode.
Dahulu, gelar ini mulai digunakan untuk penguasa yang merupakan pemimpin
keagamaan dan polotik kesatuan Mesir kuno, hanya selama Kerajaan Baru, secara
spesifik, selama pertengahan dinasti ke delapan belas. Untuk simplifikasi,
terdapat kesepakatan umum di antara penulis modern untuk menggunakan istilah
ini untuk menunjuk penguasa Mesir semua periode.
Fir’aun diyakini berasal dari kata Pharao, sedang Fir’aun
dalam Bahasa Indonesia adalah bentuk dalam bahasa Arab. Kata Pharao berasal
dari Bahasa Mesir “pr-3” yang artinya adalah “Rumah Besar”. Pertama-tama ini
adalah istilah untuk istana kerajaan, tetapi lama-lama artinya adalah penghuni
istana ini, yaitu Sang Raja.
Asal mula gelar Fir’aun terjadi pada masa awaal-awal
perkembangan masyarakat lembah Sungai Nil yang sangat subur yang bercorak
pertanian. Untuk pengairan, masyarakat Mesir Kuno pada awalnya mengandalkan
musim banjir dan kemudian dilengkapi dengan irigasi teknis pada masa-masa
berikutnya. Karena tanah dan batas-batas tanah sanagt penting dalam struktur
masyarakat Mesir Kuno masa itu, maka diangkatlah tokoh masyarakat yang
dihormati untuk mengatur batas-batas tanah dan segala hal yang menyangkut tata
kehidupan masyarakat. Tetua masyarakat itu diberi gelar “pharao” (Fir’aun) yang
karena berkembangnya sistem kemasyarakatan dan negara, Pharao ini diangkat
menjadi Raja. Dimana dimasa itu sebagai pimpinan negara dan pimpinan keagamaan.
Pada awal perkembangannya, masyarakat Mesir Kuno terbagi
atas Mesir Hulu dan Mesir Hilir yang memiliki Fir’aun dan lambang mahkota
sendiri-sendiri. Raja Menes dari Thebes akhirnya menyatukan kedua daerah
menjadi satu.
0 komentar:
Posting Komentar